Sri Mulyani Indrawati semakin tegas menyatakan kepergiannya dari Kabinet Indonesia Bersatu sebagai korban situasi politik ahkir-akhir ini. Saat menghadiri acara perpisahan dengan LPM Universitas Indonesia, Rabu, (19/5) mengatakan bahwa tidak mudah untuk menjadi seorang pejabat publik di Republik ini.
Sebagai orang yang dibekali ilmu pengetahuan dan karakteristik sikap bahwa menjadi pejabat publik, Sri Mulyani mengatakan bahwa dirinya haruslah mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok. Namun, imbuh dia, seringkali institusi yang dibangun dengan kejujuran justru terintimidasi oleh sistem kebijakan yang tak lepas dari trik intrik politik praktis.
“Kita diberikan ilmu pengetahuan dan teknis untuk bertanggungjawab secara sosial, etikanya melayani publik tapi tekhnisnya justru macam-macam. Pilihan kebijakan (policy choice) itu yang harus kita hadapi. Pilihan-pilihan itu meminta kita untuk memihak dan itu menuntut karakter,” kata Sri Mulyani.
Seolah ingin menggambarkan tentang dirinya yang sering dihadapkan pada kebijakan-kebijakan sulit saat menjadi menteri, Sri Mulyani mengatakan bahwa saat mengambil berbagai keputusan, dirinya sering kali dituntut ketegaran dan keyakinan untuk meletakkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi.
“Dampaknya tentu ada secara personal, paling jauh dipecat. Itu bisa kita rasakan dihati kita. Di masa reformasi seperti sekarang ini, harus membangun institusi yang baik dengan karakter yang kita percayai. Kalau institusi sudah terlalu bergantung hanya pada satu orang, itu tidak baik justru merusak,” tegasnya.
Di masa-masa awal menjadi Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan bahwa ada banyak sistem yang harus diperbaikinya untuk membangun institusi yang baik. Hal tersebut mendapat tantangan yang tidak mudah. “Namun saya terus optimis memberi support pada anak buah. Saya terbuka pada media massa, para pakar, presiden, wapres dan publik. Selagi masih dijalurnya, maka anak buah harus diberikan ketenangan bekerja,” katanya.
Namun ternyata, kata Sri Mulyani, ada banyak kalangan juga yang merasa terusik dengan reformasi birokrasi dan institusi yang sedang coba dibangunnya. “Misalnya ada yang ditangkap Bea Cukai, tiba-tiba Mr X telpon. Ini bukan telpon sekedar ngajak minum kopi. Tapi bertanya tentang penangkapan, minta dibebaskan. Kita ikuti ketentuan dan saya jawab, kalau mau lepas ya bayar dendanya,” kata Sri mencontohkan kasus yang dihadapinya.
Dan setelah sering kali tidak ada kompromi dengan sistem institusi yang selama ini dinilainya salah, Sri Mulyani mengaku kadang terkejut dengan temuan yang diketahuinya saat menjadi menteri.
“Ternyata awalnya ikan teri, jadi ikan mas, ikan paus lama-lama jadi hiu. Wah menteri-nya tentu jadi terkejut ternyata gede juga ya. Mereka-mereka juga melihat, ternyata Menterinya konsisten,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan banyak tantangan yang akan dihadapi bila ingin menciptakan institusi yang bebas dari kepentingan. “Ada yang mengatakan pada saya, ‘Menjadi Kaya diri sendiri itu gampang, yang susah itu bagaimana membuat kaya bersama republik ini’. Saya memang bukan orang dengan ide brilian, tapi bagaimanapun institusi yang baik itu penting untuk Republik ini,” katanya.
Sri Mulyani pun dengan lugas menyindir lawan-lawan politiknya, termasuk beberapa Partai Politik yang justru kini menyoroti kinerjanya yang tetap memilih tidak berpihak pada apa yang dianggapnya salah.
“Dulu di awal reformasi, saat parpol di KIB I masih tidak ada dendam dan masih baik pada saya, waktu itu kita semua yakin bisa membuat perubahan institusi yang baik. Kondisinya sekarang berubah. Saat saya diberikan tugas, keinginan saya tentu ingin berikan yang terbaik, sehingga orang yang menugaskan saya dan masyarakat yang percaya merasa tidak kecewa,” tegasnya.
Tak lama lagi dirinya memang tidak lagi menjadi Menteri Keuangan. Namun kata Sri Mulyani, selama lima tahun berada di jajaran Kemenkeu, masih banyak ditemuinya orang-orang dengan dedikasi yang luarbiasa bagi negara.
“Tergantung sentuhan pemimpinnya saja. Kalau tujuannya baik, mereka ini akan langsung maksimal bekerja. Paling mentok, kalau ada yang salah, mereka akan diam saja tak bisa berontak. Mereka ini saya sebut sebagai aset bangsa. Mereka ini jauh memikirkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Ini saya anggap kekuatan kita untuk berikan yang terbaik bagi negara ini,” kata Managing Director World Bank tersebut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
percuma orang pinter di dalam pemerintahan... tercemar... dan tak dihargai...
Makanya banyak yg pinter2 rela melepaskan patriotismenya dan pergi ke luar negeri, karna orang bodoh yg menguasai negeri ini.. ya orang2 di gedung miring itu..
betul tuh gan,ane juga setuju!!!sepertinya kiamat udah deket.
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q: :r: :s:
Posting Komentar
JANGAN CUMA NGELIAT AJA GAN,KOMENTARNYA JUGA YA,OK!?